Tren merger dan akusisi (M&A), apakah menguntungkan bagi bisnis media?

Laporan Global M&A Industry Trends 2022 PwC memaparkan berlanjutnya permintaan yang kuat akan aset-aset digital dan berwawasan data membuat proyeksi untuk merger dan akuisisi (M&A) masih kuat di 2022. Namun apakah proses merger dan akuisisi (M&A) akan menguntungkan bagi bisnis media?

Era konvergensi telah secara masif merubah lanskap industri komunikasi dalam dua dekade terakhir. Proses penyatuan antara perusahaan komunikasi global (mis: Viacom, Time Warner, dan Vivendi) dengan perusahaan telekomunikasi (mis: AT&T, Bell Canada Enterprise) telah membawa konvergensi pada sebuah ranah untuk mengontrol seluruh sektor bisnis media. 

Untuk kasus Indonesia, misalnya dilansir dari Kontan, Emiten media PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) telah mengakuisisi dua perusahaan digital dan satu modal ventura dengan total nilai Rp 360 miliar pada 2019 lalu. Perusahaan yang diakuisisi adalah PT Vidio Dot Com, PT Kapanlagi Dot Com Networks, dan PT Binary Ventura Indonesia. Tiga perusahaan tersebut juga berada di bawah naungan induk perusahaan SCMA, yakni PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK). Perusahaan ini juga ingin melakukan ekspansi bisnis distribusi dan produksi konten. Masuknya media digital ke bisnis SCMA ini akan memberikan pilihan tambahan ke kliennya. SCMA tidak ingin hanya memberikan jasa pelayanan untuk konten yang disiarkan di televisi tapi juga yang disiarkan di media digital.

Merger dan Akuisisi Emtek
Bisnis Grup EMTEK 2021

Dari produksi ke distribusi, dan dari produksi konten ke sistem operasi digital. Sinergi yang dibangun telah melibatkan perubahan skala ekonomi, produksi dan distribusi melalui produk budaya yang berbeda. Dalam titik ini perusahaan tidak hanya berkompromi dengan internet, dan kabel tetapi juga dengan media dan industri telekomunikasi termasuk koran, telepon, dan jaringan penyiaran. Namun apakah proses merger dan akuisisi (M&A) akan menguntungkan bagi bisnis media?

Tulisan ini disarikan dari jurnal berjudul “The new wave of de-convergence: a new business model of the communication industry in the 21st century” ini merupakan jurnal terbitan Sage Publication pada tahun 2012 dengan segmen  Media, Culture & Society 34(6) halaman 761–772. Ditulis oleh seorang pria berkebangsaan Korea, Dal Yong Jin  seorang profesor dari Simon Fraser University, Kanada.

Tesis yang dibawa oleh Jin adalah, bahwa dalam prosesnya untuk menembus batas antara media lama dan media baru dan pasar domestik, merger dan akuisisi seolah menjadi solusi untuk setiap kebutuhan reformasi neoliberal. Namun kepopuleran M&A nyatanya tidak selalu berbanding lurus dengan harapan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Perusahaan komunikasi global yang bermarkas di US, UK, dan Kanada, nyatanya terkadang harus menjual sebagian dari perusahaannya, ataupun membaginya agar tetap bertahan dan memperoleh keuntungan. Kegagalan merger yang diterima oleh AOL Time Warner and Vivendi Universal misalnya, mendukung statement bahwa konvergensi juga dapat menyebabkan tren lain, yakni pemisahan ataupun pemecahan perusahaan. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai deconvergence.

Gelombang besar M&A yang muncul tahun 1990-2008 nyatanya juga telah memberikan bukti lain yakni kejatuhan beberapa kerjasama mega dunia. Jenis kegagalan yang diterima adalah: 

  1. Perusahaan komunikasi mengalami kebangkrutan setelah beberapa tahun merger, 
  2. Firma komunikasi melakukan pemisahan atau pemecahan berkaitan dengan menurunnya angka saham dan pendapatan mereka, 
  3. Beberapa perusahaan dijual kepada perusahaan lain dikarenakan pertumbuhan yang lambat pasca M&A. 

Fakta mencengangkan lainnya adalah bahwa 57 dari 83 mega transaksi mengalami kegagalan. Dengan kata lain 68,7% transaksi di industri komunikasi tidak mampu mencapai hasrat mereka untuk mensinergikan seluruh bisnisnya baik secara vertikal maupun horizontal.

Dari tulisan Jin ini kita dapat melihat bahwa meskipun era konvergensi telah mampu merubah lanskap industri media dimana para pemain besar berlomba-lomba melebarkan sayap mereka. Integrasi vertikal dari hulu ke hilir, maupun integrasi horizontal dengan membeli kaal bisnis yang sama nyatanya tidak selalu berhasil. Banyak fakta di transaksi global yang justru tidak mampu memenuhi hasratnya untuk mengintegrasikan segalanya dalam sebuah perusahaan. Meskipun demikian, konvergensi melalui proses M&A masih menjadi cara yang dianggap paling cocok untuk memenuhi keinginan untuk mengintegrasikan bisnis media.

convergence, the bigger-is-better concept that dominated the industry for most of the past 10 years, is falling apart. As some of you know, divorce [de-convergence] is sometimes better than marriage [convergence].

(Maich, 2005: 33)

Namun demikian, dengan hadirnya tulisan dari Jin ini  para pemain di industri media pun harus menyadari bahwa seperti dua sisi mata uang, proses M&A pun memiliki konsekuensi kegagalan. Bahkan kegagalan tersebut telah dirasakan oleh mayoritas transaksi besar di bisnis global. Ketika hal itu terjadi maka strategi dekonvergensi dianggap menjadi jalan keluar demi menyelamatkan perusahaan dan tetap bertahan di pasar.

Jin tidak mengatakan bahwa strategi konvergensi telah usang, namun Jin menekankan bahwa ketika sebuah perusahaan akan melakukan proses M&A maka harus dipertimbangkan kemungkinan gagalnya usaha tersebut sehingga memerlukan proses deconvergence sebagai jalan keluar penyelamatan aset perusahaan. Perlu ditekankan pula bahwa selain ketiga bentuk kegagalan yang telah diungkapkan diatas, terdapat pula faktor over-capacity dan over competition  sebagai akibat dari kebijakan komunikasi neoliberal.

Dengan demikian, kehadiran dari konvergensi maupun dekonvergensi akan merubah lanskap pasar dan struktur kepemilikan. Hal ini patut diwaspadai oleh aktor media, terutama di Indonesia dikarenakan kebanyakan dari model bisnis yang sedang tren saat ini adalah M&A. Bukan tidak mungkin kedepannya pasar indonesia justru harus menghadapi dekonvergen sebagai konsekuensi dari gagalnya M&A dan sebagai upaya penyelamatan aset yang tersisa agar tetap mampu memperoleh keuntungan dalam bisnis media. 

2 thoughts on “Tren merger dan akusisi (M&A), apakah menguntungkan bagi bisnis media?”

  1. Pingback: Tips memulai investasi saham -

  2. Pingback: Nanovest Aplikasi Investasi Saham Amerika dan Kripto Terpercaya - Mellysawidy

Comments are closed.